Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Perpajakan
Apakah Anda pernah menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP) yang di dalamnya terdapat sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan?
Lalu apakah sanksi bunga, denda, atau kenaikan dapat dihapuskan atau dikurangkan?
Dalam administrasi perpajakan keterlambatan pembayaran, keterlambatan pelaporan dan sanksi dalam perpajakan mempunyai konsekuensi diterbitkan bunga, denda, dan kenaikan. Hal ini dianggap sebagai hal yang memberatkan oleh Wajib Pajak karena menyangkut cash flow, oleh karena itu umumnya Wajib Pajak mengharapkan agar sanksi administrasi tersebut dilakukan pengurangan atau penghapusan.
Pengurangan atau penghapusan sanksi pajak telah diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf a yang mana pengajuannya dapat dilakukan atas permohonan Wajib Pajak atau jabatan Direktur Jenderal Pajak. Hal yang melatar belakangi timbulnya sanksi administrasi tersebut umumnya dikarenakan kelalaian atau kesalahan Wajib Pajak dalam menjalankan peraturan perundang-undangan atau kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Lalu apa definisi khilaf ?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), khilaf berarti keliru atau salah yang tidak disengaja.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu yang terjadi diluar kehendak dari Wajib Pajak, tidak disengaja, sesuatu yang bersifat manusiawi (lupa, sakit) dan diluar kehendak dari Wajib Pajak dapat dikategorikan khilaf.
Sanksi Administrasi Apa Saja yang Dapat Dikurangi atau Dihapus?
Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) PMK 118 Tahun 2024, sanksi yang dapat diajukan untuk dikurangi atau dihapus adalah:
- Sanksi Administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP)
- Sanksi Administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP)
Persyaratan Pengajuan Permohonan
Berdasarkan Pasal 23 Ayat (2) PMK 118 Tahun 2024 mengatur persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
- Untuk Sanksi dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP):
Permohonan hanya dapat diajukan dalam kondisi tertentu, seperti:
- Tidak diajukan keberatan atas SKP
- Keberatan diajukan tetapi dicabut dan disetujui DJP, atau tidak dipertimbangkan
- Tidak sedang mengajukan permohonan pembatalan SKP
- Permohonan pembatalan SKP diajukan tetapi dicabut, tidak dipertimbangkan, atau ditolak
2. Untuk Sanksi dalam Surat Tagihan Pajak (STP):
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi pajak dapat diajukan jika:
- STP tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
- Permohonan pengurangan atau pembatalan STP diajukan tetapi dicabut dan disetujui DJP, atau tidak dipertimbangkan
- SKP yang terkait dengan STP tersebut juga memenuhi syarat (seperti tidak diajukan keberatan, dll)

Hal lain yang harus diperhatikan dalam pengajuan atau pengurangan sanksi administrasi.
Selain syarat di atas, terdapat beberapa ketentuan lain:
- Komitmen untuk melunasi kewajiban pokok merupakan langkah awal yang mutlak. Sebelum pengajuan permohonan diajukan sehingga seluruh pokok pajak yang menjadi dasar penghitungan bunga, denda, atau kenaikan tersebut harus telah diselesaikan atau dibayar karena pembayaran pokok dianggap sebagai tanggung jawab utama Wajib Pajak dan menjadi dasar keputusan dari seluruh proses permohonan.
- Permohonan harus disampaikan secara resmi dan tertulis dalam Bahasa Indonesia. Dalam surat tersebut, Wajib Pajak tidak hanya mengajukan permohonan, tetapi juga perlu mengemukakan dengan jelas besaran sanksi yang diminta untuk dikurangi serta dapat disertai dengan alasan yang kuat dan logis agar permohonan tersebut layak untuk dikabulkan seluruhnya.
- Satu 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu). Hal ini memastikan proses administrasi berjalan tertib dan setiap kasus dapat ditangani secara fokus.
- Permohonan harus disampaikan sebelum proses penagihan pajak memasuki tahap lelang barang sitaan.
- Dan yang terakhir, sebagai bentuk keabsahan yang sah, surat permohonan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak itu sendiri, Wakil, atau Kuasa.
Jangka Waktu dan Batasan Pengajuan Pasal 24 PMK 118 Tahun 2024
pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi pajak ini tidak mempunyai jangka waktu yang mengikat sehingga dapat diartikan dapat diajukan kapan saja sepanjang Wajib Pajak setelah menerima SKP dan/atau STP berkeinginan mengajukan permohonan tersebut.
Pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali, hal ini memberikan peluang kepada Wajib Pajak untuk memperbaiki atau melengkapi permohonan pertama jika hasilnya belum sesuai dengan yang dikehendaki oleh Wajib Pajak.
Namun, untuk pengajuan yang kedua, permohonan lanjutan harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Surat Keputusan atas permohonan yang pertama diterima. Pengajuan di luar jangka waktu ini hanya dapat dipertimbangkan jika Wajib Pajak dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh keadaan di luar kekuasaannya, yang tentunya membutuhkan pembuktian yang jelas dan objektif.
Berapa Lama Jangka Waktu Diterbitkan Surat Keputusan?
Kepastian Waktu dari Direktorat Jenderal Pajak Pasal 29 PMK 118 Tahun 2024 memberikan kepastian hukum dengan batasan waktu penerbitan keputusan paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap yang mana hasil keputusannya dapat berupa dikabulkan seluruhnya, dikabulkan sebagian, atau bahkan ditolak.
Jika batas waktu 6 (enam) bulan itu terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan, maka permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak secara hukum dianggap dikabulkan. Selain itu Direktorat Jenderal Pajak juga harus menerbitkan Surat Keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) berakhir.
Kesimpulan:
Kebijakan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan yang diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf a dan di PMK 118 Tahun 2024 memberikan peluang kepada Wajib Pajak untuk memperoleh keadilan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Namun demikian pada aturan tersebut memberikan batasan terhadap Wajib Pajak untuk melakukan tindakan hukum dibidang perpajakan. Salah satu syarat untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi seperti yang dikemukakan diatas adalah Wajib Pajak tidak mengajukan Keberatan atau mengajukan tetapi dicabut, artinya apabila Wajib Pajak hendak melakukan upaya hukum berupa Keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan bersamaan pengajuan permohonan pengurangan dan penghapusan maka proses Pasal 36 Ayat (1) huruf a tidak dapat dilakukan.
Apabila dicermati didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Perpajakan tidak ditemukan larangan yang membatasi Wajib Pajak untuk melakukan upaya hukum berupa Keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 36 Ayat (1) huruf a secara bersamaan dalam satu waktu. Maka dari itu seharusnya PMK 118 Tahun 2024 tidak semerta merta mengatur regulasi yang membatasi Wajib Pajak melaksanakan ketentuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Lebih lanjut seharusnya proses Keberatan dan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tetap dapat dilaksanakan meskipun proses pelaksanaan dilaksanakan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Perlu Wajib Pajak perhatikan bahwa pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi pajak terkait Pasal 36 Ayat (1) huruf a yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak “menginsyaratkan” bahwa Wajib Pajak setuju terhadap Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) yang mana pengajuan tersebut tidak berkaitan dengan Pokok Koreksi/Dasar Pengenaan Pajak melainkan hanya sanksi, denda, dan kenaikan. Karena, Surat Keputusan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi pajak tidak dapat diajukan Banding ke Pengadilan Pajak melainkan Pengajuan Gugatan apabila didalam penerbitan Surat Keputusan terdapat kesalahan prosedur sesuai ketentuan perundang-undangan.
Sedangkan apabila Wajib Pajak mengajukan Keberatan maka sudah dapat dipastikan bahwa yang dipersengketakan adalah Pokok Koreksi dan sanksi/denda/kenaikan. Oleh karena itu Surat Keputusan Keberatan yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dapat diajukan Banding ke Pengadilan Pajak.
Maka dari itu Wajib Pajak harus memahami terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan upaya hukum dalam bentuk pengurangan/penghapusan atau Keberatan.
Baca Juga : Tentang Kami
Berikut adalah beberapa referensi resmi yang membahas PMK 118 Tahun 2024 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi pajak:
Referensi Resmi
- JDIH Kementerian Keuangan – PMK 118 Tahun 2024
Dokumen asli dan ringkasan resmi dari Kementerian Keuangan mengenai tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan. - Ortax – Teks Lengkap PMK 118 Tahun 2024
Versi ketik ulang yang dapat dibaca langsung, cocok untuk studi kasus dan analisis praktis oleh praktisi pajak. - Lampiran Format Permohonan – Direktorat Jenderal Pajak
Contoh format surat permohonan resmi yang dapat digunakan Wajib Pajak saat mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi pajak.


